Rerasan– Sebelum
ada uang kertas, perdagangan hampir di seluruh dunia menggunakan uang yang
terbuat dari logam, baik emas maupun perak. Sehingga uang yang digunakan
memiliki nilai intrinsik, yakni nilai asli dari bahan untuk membuat uang
tersebut. Nilai ini akan tetap terjaga nilainya sepanjang waktu.
![]() |
Uang Kertas Rupiah |
Maka ketika uang logam diganti
dengan uang kertas, uang intrinsik ini nyaris hilang karena hanya menjadi
selembar kertas yang nyaris tak bernilai dan mudah untuk diproduksi. Yang tersisa
hanyalah nilai nominalnya saja dan itu bisa diganti-ganti dengan gampang.
Baca juga : Polisi Grebek Produksi Uang Palsu di Godean
Kerajaan Majapahit yang
berdiri sejak abad 12 sudah menggunakan mata uang koin yang terbuat dari logam
mulia. Bahkan disebutkan Mataram Kuno yang terbentuk dua abad sebelumnya juga
menggunakan uang logam ini.
Jika di masyarakat Arab
terdapat Dinar dan Dirham, yang juga sudah digunakan jauh sebelumnya. Nilai satu
dinar dari waktu ke waktu tetap terjaga, di kisaran Rp 2 juta untuk setiap
dinar. Satu dinar emas sama dengan 2,25 gram emas 22 karat. Sehingga jika
dahulu harga seekor kambing satu dinar atau sekitar Rp2 juta, maka dengan uang
dinar yang sama saat ini bisa kita untuk membeli seekor kambing. ini berbeda
dengan uang kertas yang tidak memiliki nilai intrinsik.
Setelah diganti uang kertas
maka sejatinya kita hanya mengandalkan nilai nominal yang berupa kesepakatan. Ketika
satu lembar uang diberia angka 100.000 maka disepakati nilainya seratus ribu. Demikian
selanjutnya. Meskin sebenarnya kertas tersebut tidak lagi bernilai sama ketika
digunakan dalam komunitas yang berbeda.
Sejarah Uang Kertas di
Indonesia
Laman Wikipedia menuliskan
uang kertas sudah digunakan sejak zaman penjajahan Belanda. Kemudian dilanjutkan
pada masa Jepang. Uang kertas gulden dikeluarkan oleh De Javasche Bank pada 1827. Kemudian pada masa Jepang pada 1943
dinamai ‘roepiah’. Uang kertas rupiah asli baru diedarkan pada 1946 pasca
kemerdekaan.
Uang ini kemudian dikenal
sebagai Oeang Republik Indonesia (ORI). Pencetakan ORI dilakukan di Yogyakarta,
Surakarta dan Malang karena kondisi Jakarta sedang genting. Peredarannya pun
belum menyeluruh, di wilayah Sumatra masih menggunakan mata uang Jepang. Untuk
mensiasati kemudian dicetak Uang Republik Indonesaia Provinsi Sumatra (URIPS).
Saat itu mata uang bukan hanya
sekadar sebagai alat pembayaran melainkan juga sebagai lambang sebagai negara
merdeka. [KM/03]