Kabare Minggir – Terbentuk pada 2010, kelompok pendukung PSS Sleman ini berkiblat ke
aliran suporter Ultras. Tegas menjaga jarak dengan pilihan politik dan menolak
rasisme. Sehingga lumrah dalam lirik-lirik lagu yang mereka kumandangkan di
stadion tidak ada kalimat ‘.... di bunuh saja....’ atau ‘.....
bantai-bantai....’ yang sebelumnya menjadi tradisi superter di Nusantara.
Aksi BCS Suporter Fanatik PSS Sleman (Foto: bcsxpss.com) |
Tidak cukup itu, Brigata Curva Sud alias BCS memegang teguh
komitmen untuk kompak: berkostum hitam dan bersepatu! Tidak patuh aturan,
dilarang bergabung. Laku khas mereka ialah berdiri sambil terus bergerak
mengikuti arahan ‘konduktor’ selama pertandingan alias 90 menit. Maka tak
heran, aliran Ultras di Eropa desdiakan khusus tribun tanpa kursi.
Baca juga : Kenali Salak Pondoh, Flora Khas Kabupaten Sleman
BCS mulai tenar namanya setelah pada Februari 2017 mendapat
pengakuan dari situs bola digital, Copa90, tak tanggung-tanggung dalam rilis
situs tersebut melalui akun Youtube, BCS berada di peringkat teratas mengungguli
Urawa Boys dari Jepang, Frente Tricolor dari Korea Selatan, Boys of Straits
dari Malaysia dan Bangal Brigade dari India. Tak ayal, keberadaan BCS lantas
dilirik. Bukan sebatas domestik melainkan global.
Keunikan BCS
Suporter setia Elang Jawa (julukan PSS Sleman) ini terus
mendapatkan perhatian pecinta sepak bola. Meski kerap dikonotasikan negatif,
nyatanya BCS mampu menularkan nilai-nilai positif. Bahwa sepakbola bukan hanya
urusan gol, menang atau kalah. Dukungan mereka terus mengalir, bahkan saat tim
dalam kondisi sulit.
Berikut lima tradisi positif BCS yang patut diapresiasi:
Semangat Kemandirian : mengusung manifesto ‘Mandiri Menghidupi’, BCS merealisasikan
dengan usaha nyata. Secara sukarela BCS menaikan harga tiket Rp 1000 di setiap
lembar untuk tribun selatan.
Dana ini dikelola untuk kebutuhan BCS. Mereka juga membuka gerai
marchandise berwujud kaos, sepatu, syal, pin dan lainnya. Berpusat di Jalan
Delima Raya Condongcatur, juga tersedia di Cebongan, Godean, Sidoarjo dan
Jakarta.
Selain mampu menghidupi BCS, dengan keuntungan mencapai kisaran Rp
100 juta per bulan, Curva Sud Shop (CSS) ini juga turut menyumbang dana bagi
PSS serta membelikan alat fisioterapi.
Baca juga : Rasakan Seduhan Barista Teruji di Tongkah Kopi
Melatih Disiplin : Tradisi unik BCS tidak mengkultuskan satu orang sebagai pemimpin
(no leader just together), mereka tetap menghormati aturan yang sudah
menjadi komitmen.
Berkostum dominan hitam, bersepatu, tidak menyanyikan chant
rasis, dan pantang masuk tanpa membeli tiket. Mereka gigih menularkan gerakan ‘No
Ticket No Game’. Sangat anomali, di tengah kebiasaan suporter yang masuk
dengan segala cara ke stadion tanpa membeli tiket.
Berjiwa Gigih : Sesuai manifesto mereka, ‘Ora Muntir’. BCS akan mendukung selama
pertandingan sambil berdiri. Tidak hanya laga kandang, melainkan mereka juga
mendukung tim kebanggan ketika menjalani laga tandang. Jika terpaksa di luar
pulau atau lokasi yang jauh, maka akan ada wakil BCS yang tetap setia ikut.
Bersikap Santun : Meski pernah terjadi gesekan dengan supoter lain, BCS menjunjung
tinggi paseduluran, persaudaraan. Mereka merevolusi chant-chant dan
lirik lagu suporter Indonesia yang sebelumnya sering diselingi nada-nada rasis
dan ancaman. BCS mengganti dengan lagu khas BCS seperti ‘Sampai Kau Bisa,
Ale-ale Super Elja, dan lainnya.
Bahkan semua itu telah terkompilasi dalam beberapa album. Di
Youtube, chant-chant milik BCS mendapatkan banyak respect dari suporter dalam
maupun luar negeri.
Smart alias Pintar : BCS sadar pentingnya edukasi dan budaya literasi. Tak heran jika
mereka mengelola serius beragam media online yang ada. Selain situs resmi
bcsxpss.com, terdapat pula radio, media sosial, tv, dan lainnya. Suporter PSS
juga teredukasi dengan tulisan-tulisan di sleman-football.com yang menyajikan
aneka tulisan apik.
Tanpa meremehkan prestasi suporter lain di Indonesia. Itulah sekilas
kisah tentang BCS, kelompok suporter yang tak hanya mensupport tim lewat
teriakan, tetapi juga dengan langkah nyata yang bahkan mampu merevolusi gaya
suporter Indonesia. [KM/03]