WARUNG DUAAAR !!!
Catatan kecil
(Serial kunsiroh PCM Minggir - ke 1)
![]() |
Kunjungan PCM Minggir ke PCM Rawamangun |
Sudah sepuluh menit. Elf Kuning itu meninggalkan pintu masuk tol Bawen.
"Nanti kita ishoma di rest area pertama", kata Pak Ketua.
Lima belas menit kemudian, rambu di sebelah kiri jalan terpampang : "Rest Area 2 km".
Sejurus kemudian, kami sampai. Armada merapat. Kemudian berhenti.
"Kita makan atau sholat dulu ?", tanya seseorang di barisan kursi belakang, entah siapa.
"Sholat dulu aja !", kata yang lain.
"Tapi, sholat itu nomer dua lho !" kata Pak Ketua.
"Lho kok ?",
"Yang pertama, kan syahadat !", pungkasnya.
"Woalah !".
Rupanya Pak Ketua hanya bercanda.
Maka, setelah turun dari armada, kami segera menghambur mencari musholla dan toilet. Muncullah antrian panjang di toilet.
Setelah menjama' sholat Maghrib dan Isya, kami segera menghambur mencari makan dan minum. Kami memasuki sebuah warung makan.
"Nah, di sini saja nih. Kayaknya terang dan bersih", kata Pak Ketua.
Kamipun segera memesan makanan dan minuman.
Pak Nur Hidayat meminta secarik kertas utk menulis beberapa pesanan.
"Mangga Bapak dan Mas, mau pesan apa ?", kata Pak Nur.
"Nanti saya yang nulis", sambungnya.
"Saya ayam kampung !".
"Saya bebek !".
"Saya puyuh !".
Tibalah giliran saya yang ditanya Pak Nur.
"Saya gado gado !", jawab saya.
Tiba tiba,
"Sekedap Pak Nur. Diganti mawon !. Mboten sida. Diganti nasi lele !".
Saya kaget. Kenapa kok beberapa orang mengganti pesanannya.
Saya mencoba mencari jawaban. Saya membaca menu dan harganya secara lebih teliti.
Tertulis :
Nasi ayam kampung : 45.000.
Nasi ayam : 40.000.
Nasi bebek : 60.000.
Gado gado : 25.000.
Nasi lele : 30.000,
Nasi putih : 10.000.
Jahe panas : 10.000.
Aqua botol : 10.000.
Teh botol : 8.000.
Barulah saya paham.
"Pak Nur, gado gadonya saya ganti Pak !. Nasi lele saja !", kata saya.
"Loh kok ikut diganti Mas", tanya Pak Ketua.
"Lha itu, 25 ribu itu cuma gado gado saja e Pak. Tanpa nasi !", jelas saya.
"Lha betul itu. Mosok gado gado thok ora nganggo sega ?", jelas Pak Basuki Kesra.
"Makanya saya ganti Pak. Ben padha karo liyane ", sambung saya.
"Kula telur dadar mawon !", kata Mas Gunardi tiba tiba.
"Kula tahu tempe !",kata Mbak Endri.
Tiba tiba Pak Basuki Kesra yang duduk di depan saya, berbisik :
"Iki mengko nek wis wareg, awake dewe metu kaya kena bledeg !".
"Lhoh, lha kok isoh ?", tanya saya balik.
"Kuwi wacanen jenenge warunge !", katanya lagi.
Lalu, saya mencoba menyapu pandang. Mencari nama warungnya.
Ketemu.
Nama warungnya : "Warung Bledeg !".
Duaaaaarr ......!! (*)
Di dalam armada Elf Kuning yang melaju di jalan tol keluar dari Semarang.
Jumat, 13 Des. '24. 21.11 WIB.
Uwik DS.
TAMU TENGAH MALAM
Catatan kecil
(Serial kunsiroh PCM Minggir -bagian 2)
![]() |
Gedung yang dibeli PCM Rawamangun |
Madyaning ratri nembe mawon lumingsir. Waktu tengah malam baru saja berlalu.
Sepuluh menit lewat dari jam 00.00.
Tiba tiba, HP saya bergetar. Ada WA masuk. Nomer tak dikenal.
"Assalamu'alaikum Pak Dwi. Izin nggih Pak, saya Kemal, dari PCM Rawamangun. Mau tanya. Kira kira sampai di Jakarta pkl berapakah ya Pak? Agar dibantu dipersiapkan".
Rupanya, dari Pak Kemal. Dari PCM Rawamangun.
Sejujurnya, ketika membaca WA itu saya bertanya dalam hati :
"Seingat saya, hanya ada 2 orang yang saya kenal di PCM Rawamangun. Yakni , Pak Willy "Ahmad Dhani" dan Pak Fauzi. Lalu, Pak Kemal ini yang mana ya ?".
Saya mencoba mengingat kembali. Tapi, tetap saja "blank".
Tapi, saya harus memutuskan. Maka, saya harus menjawab dengan pura pura sudah kenal baik.
"Wa 'aikum salam wrwb. Ya Pak Kemal. Kami sdh sampai di rest area Gedong Duwur. Barusan rehat dulu pak. Dari map, tadi sy cek mungkin dua jam lagi sampai Pak", jawab saya.
"Izin nggih Pak, nnti mobilnya diarahkan ke google map yang saya kirim tadi ya Pak. Nanti, rombongan boleh langsung ke sana. In syaa Allah sudah kita siapkan kamar dan tempat istirahat", jawab Pak Kemal.
Saya pun langsung mengcopy paste alamat google map yang dikirimkan Pak Kemal ke Group Kunsiroh PCM Minggir.
"Terima kasih Pak Kemal".
"Siap Pak. Salam dan hati hati untuk teman teman Minggir nggih Pak", sambungnya.
Kamipun lega. "Nyicil ayem". Paling tidak, sudah ada lampu hijau.
Waktupun berlalu. Malam hampir pagi.. Tepat jam 02.00.
Pak Kemal kembali kirim pesan.
"Pak Dwi, nanti kalau sudah hampir dekat, mohon kami dikabari nggih".
Saya belum berani menjawab. Karena, ternyata kami terjebak dalam kesulitan.
Ketika itu, di dalam armada ada 6 HP yang menyala. Semuanya memantau alamat sesuai google map.
Ketika tepat jam 02.00 lalu, di google menyebutkan : "alamat yang dituju tingggal 8 menit lagi".
Ternyata, setelah hampir 10 menit, perjalanannya malah butuh waktu 25 menit.
Berarti : kami salah jalan.
Tiba tiba,
"Lha iki awake dewe kok malah liwat dalan iki maneh ?. Iki awake dewe mubeng mubeng Iki!", kata Mas Supir.
(Lha ini, kita kok malah lewat jalan ini lagi. Ini nampaknya kita mutar mutar ini).
Dalam kebingungan itu. saya mencoba mengabari Pak Kemal.
"Pak Kemal, nampaknya, ini kami mutar mutar ini Pak ", kata saya.
Pak Kemal tidak segera membalas. WA saya belum dibaca.
Saya tidak cukup sabar.
Pak Kemal saya telpon.
Tidak diangkat.
Saya telpon lagi.
Masih tidak diangkat.
Teman teman di dalam armada bersepakat.
"Coba kita tanya ke orang saja !", kata Mas Basyori.
Armada menepi dan akhirnya berhenti. Saya, Mas Sunu dan Mas Basyori keluar. Bertanya kepada penjual minuman di tepi jalan.
"Maaf Bang. Numpang nanya. Kalau jalan Persahabatan Muka no. 21 Rawamangun arah kemana ya Bang ?", tanya saya.
"Wah, masih jauh Bang. Nanti Abang masuk ke tol lagi itu. Abang ini rombongan dari mana ?", tanyanya.
"Kami dari Jogja Bang", kata kami serentak.
Kamipun melanjutkan perjalanan. Dengan tetap dipandu oleh google map. Tapi, kali ini, kami mencoba lebih cermat.
Waktu tetap berjalan. Ternyata sudah jam 03.10. Pak Kemal WA. Mengirim posisinya terkini.
Gimana Pak, apakah sudah sesuai jalur ?", katanya.
"Sudah Pak !. Sudah benar ini !", jawab saya.
Akhirnya, alamat yang ditujupun ketemu. Kami telah sampai. Tepat jam 03.25.
Kamipun keluar dan turun dari armada. Segera menghambur menuju sebuah rumah bercat krem, berlantai dua itu.
Nampak seorang bapak paroh baya tergopoh gopoh membukakan pintu gerbang.
Belum lagi langkah kami sampai di halaman rumah itu, beberapa orang di dalam rumah keluar menyambut kami.
Sudah tiga orang menyambut kami dan menyalami kami. Tapi, ketiganya belum saya kenal.
Sejurus kemudian, dua orang muncul. Dua duanya sangat saya kenal. Yang satu, Pak Fauzi.
Satunya lagi, pasti Anda sudah tahu : Pak Welly "Ahmad Dhani"_.
Saya menjabat tangannya "Si Ahmad Dhani" erat sekali.
"Maafkan kami ya Bang. Kami membuat Abang dan semua yang ada di sini menunggu sampai menjelang Subuh", kata Pak Ketua.
"Tidak apa apa Bang. Santai saja. Baru pertama kali ini kami terima tamu di waktu lewat tengah malam. Tapi, tak masalah. Yang penting kita semuanya sehat dan gembira", kata Bang Welly.
Dalam situasi dimanapun dan bagaimanapun, bermihammadiyah memang harus bergembira. (*)
Di atas armada ketika barusan keluar dari Banyumas.
Sabtu, 14 Des. 2024.
18.44 WIB.
Uwik Dwi S.
MINGGIR MRAWANI
Catatan kecil
(Serial kunsiroh PCM Minggir - bagian 3)
__
Bang Welly mengantarkan kami. Menunjukkan kamar dan membukakan pintunya. Memperlihatkan kepada kami.
"Mari Bang !. Silakan !. Langsung saja masuk kamar. Ini kamar untuk Bapak Bapak', jelas Bang Welly.
Bang Welly melangkah ke kamar sebelahnya.
"Yang kamar ini untuk Ibu Ibu", sambungnya.
Kamipun segera menghambur. Kembali keluar. Menghampiri armada. Mengambil tas masing masing. Lalu, kembali lagi kamar.
Sedianya, hampir semua sepakat. Rencananya, begitu sampai lokasi, langsung semua akan rudit. Alias tidur.
Tapi, ternyata urung.
Sudah jam 03.45. Sudah hampir Adzan Subuh. Nanggung untuk rudit.
Kamipun malah memilih duduk di ruang tamu.
Pak Fauzi dan Bang Welly mempersilakan kami. Untuk mencicipi hidangan yang sudah tersaji di atas meja. Ada kelengkeng, jeruk dan pisang dan martabak.
Tiba tiba, saya langsung teringat sesuatu.
"Mohon maaf nih Bapak Bapak Rawamangun, yang namanya Pak Kemal itu yang mana ya ?", tanya saya.
"Saya Pak !", seseorang menyahut dari arah belakang saya.
Oangnya masih muda. Kulitnya putih bersih. Hidungnya mancung. Ia mengulurkan tangannya. Saya menyambutnya. Ternyata, beliau masih muda. Ganteng lagi.
"Saya panggil Abang Kemal saja ya ?", tanya saya.
"Silakan Pak. Monggo saja !", balasnya.
Kamipun duduk di ruang tamu. Ternyata, tanpa komando, hampir semua juga berkumpul di ruang tamu. Duduk di kursi. Sebagian lagi duduk lesehan di atas tikar.
Mas Sunu Sekjend membaca situasi. Ia teramat lihai untuk memanfaatkan peluang, sekecil apapun.
Iapun membuka percakapan.
"Assalammu 'alaikum wrwb". Dan, bla .... bla .... bla .....
Selanjutnya, acara diserahkan ke Pak Ketua.
"Kedatangan kami serombongan dari PCM Minggir ke Rawamangun ini, yang "pertama", ini merupakan silaturahim kami kepada PCM Rawamangun".
"Yang "kedua", ini merupakan kunjungan balasan. Setelah beberapa saat yang lalu, PCM Rawamangun sudah berkunjung ke Minggir".
"Yang "ketiga",saya berharap bahwa silaturahim kita ini tidak hanya berhenti dan lantas hilang tanpa bekas, setelah kami pamit nanti. Harusnya, ada "sesuatu" yang bisa kami bawa pulang dan kami mendapatkan manfaat setelahnya. Pun, demikian pula dengan Rawamangun".
Acara selanjutnya, tiba giliran Pak Ketua PCM Rawamangun.
"Yang "pertama", kami sangat senang dengan kedatangan Bapak Bapak dan Ibu Ibu dari Minggir kemari ini".
"Yang "kedua", ini terus terang, ini kami juga belum tidur dari mulai Subuh kemarin sampai hampir Subuh lagi, hari ini .......".
Belum lagi selesai Bang Welly menyelesaikan kalimatnya, tiba tiba Pak Ketua memotong :
"Wah, itu pasti karena kelamaan menunggu kedatangan kami ya. Ini kemana kok gak muncul muncul. Padahal sudah dekat. Ternyata kesasar. Muter muter".
"Maafkan kami ya !", sambungnya.
"Oh bukan Bang !. Kami memang biasa kumpul ngobrol di tempat ini. Biasa sampai larut malam. Sekalian sambil untuk menjaga keakraban saja. Dan, kebetulan saja, pas bersamaan dengan kunjungan PCM Minggir kemari", kata Bang Welly.
"Jadi, bukan semata mata karena menunggu kedatangan Abang. Tenang saja !", sambungnya.
Bang Welly menambahkan : "Rumah ini, baru saja kita beli. Belum ada setahun. Harganya 13,5 M. Sudah jadi miliknya Muhammadiyah Rawamangun".
"Nanti kemungkinan akan kita gunakan peruntukannya untuk semacam home stay begitu. Itu kasur kasur dan kamar kamar yang Bapak Bapak dan Ibu Ibu itu belum pernah ditempati atau dipakai", lanjutnya.
"Wah ini kami jadi tamu istimewa ya ?", tanya Pak Ketua.
"Ya betul. Minggir yang mrawani", jelas Bang Welly.
"Di sisi belakang rumah ini, itu ada 10 kamar. Yang kami buat kost kostan. Kami bisa dapat dana 20 juta setiap bulannya", tambahnya.
Tiba tiba terdengar adzan Subuh.
"Nah, Bapak Bapak. Kita Sholat Subuh dulu ya. Nanti kita sambung lagi. Kita Sholat Subuh di masjid dekat kantor PCM Rawamangun".
"Jauh kah Bang ?", tanya saya.
"Dekat !. Gak sampai 2 menit !", jelas Bang Welly.
"Jalan kaki kah ?", tanya saya.
"Jangan !. Kita naik mobil !", jelasnya.
Maka, kamipun menghambur memasuki armada elf kuning.
Tak berselang lama, elf kuningpun melaju pelan. Mengikuti Alphard hitam ber plat B itu.
Saya baru ingat. Alphard itu jugalah yang juga sudah pernah sampai di Wisma Ngloji. Sekitar 3 pekan yang lalu.(*)
Minggir, Ahad 15 Des. 2024.
Ditulis ketika baru saja sampai rumah. Sepulang dari Wangon, Banyumas.
Uwik Dwi S.
MASJID DAN GEREJA BERTETANGGA
Catatan kecil
(Serial kunsiroh PCM Minggir - bagian 4)
__
Kamipun mengikuti Alphard Hitam ber plat B itu.
Tidak butuh waktu lama untuk sampai ke Masjid dekat kompleks kantor PCM Rawamangun itu. Nama masjidnya : Masjid Muhammadiyah Assudairi. Letaknya di pojok simpang empat.
Namanya agak asing di telinga. Saya belum sempat mengorek keterangan tentang nama Assudairi itu.
Teman rombongan Minggir mengatakan : "Itu mungkin nama sang pewakaf tanahnya. Yang dari tanah tersebut, lalu dibangunlah masjid itu".
Uniknya, persis di seberang pojok yang lain, berdirilah sebuah gereja : GKJ (Gereja Kristen Jawa).
Masjid Muhammadiyah Rawamangun bersebelahan dengan Gereja Kristen Jawa Rawamangun.
Saya mengambil tempat di barisan agak belakang. Tepat beberapa meter dari tempat saya berdiri, adalah tempat pengimaman.
Ternyata, waktu itu masih belum iqomah. Masih ada cukup waktu untuk sholat sunnah. Di dalam masjid sudah ada puluhan orang yang juga melaksanakan sholat Sunnah.
Tiba - tiba, Bang Willy berjalan mendatangi seseorang yang ada di belakang pengimaman. Ia, mungkin Takmir atau bisa juga Imam. Bang Willy membisikkan "sesuatu" kepadanya.
Dalam hati, saya mencoba meraba, hal apa yang dibisikkan oleh Bang Willy kepada seseorang itu.
Iqomahpun terdengar. Kami segera melaksanakan jamaah Subuh. Saya mencoba menghitung berapa jumlah barisannya. Ada 4 shof.
Jamaah Subuhpun selesai. Tapi, sebagian besar belum bergeser dari tempat duduknya.
Sebelum kajian, "Sang Takmir" mengucapkan selamat datang kepada rombongan PCM Minggir. Lalu, ia mengumumkan bahwa Sabtu pagi itu, setelah jamaah Subuh, langsung dilanjutkan dengan kajian Kitab Kuning, karya Shaikh An Nawawi Al Bantani.
Rupanya, itu adalah kajian rutin setiap Sabtu pagi dan Ahad pagi.
Kamipun ikut menyimak kajian itu.
Pak Ustadz, yang memberi kajian juga mengucapkan selamat datang kepada PCM Minggir. Rupanya, beliau juga mengikuti dan memantau perkembangan CRM AWARD 2024 di Palembang lalu. Beberapa kali beliau menyebut PCM Minggir dan menyebut nama Ketua PCM Minggir.
Setelah sekitar 15 menit, kajianpun selesai. Lalu, Bang Willy mengajak kami ke kantor PCM Rawamangun.
Rupanya, kantornya hanya beradu tembok dengan tembok masjid. Letaknya hanya sebelah menyebelah dengan masjid. Gedungnya berlantai 2.
Dilihat dari luar, gedung PCM Rawamangun itu nampak biasa saja. Sampaipun kami mulai memasuki pintu utama di lantai dasar. Semuanya masih bissa saja.
Pintu masuknya berupa pintu kaca berukuran standar, ukurannya sama seperti pintu masuk di perkantoran atau Bank.
Yang jelas membedakan adalah : di pintu kaca itu tergambar lambang Muhammadiyah dan tulisan Muhammadiyah dalam bahas Arab. Berukuran besar dan berwarna hijau menyolok.
Setelah melewati pintu masuk, di bagian dalamnya ada beberapa bilik yang berukuran sedang. Sampai di situ, semuanya masih biasa saja. Tidak ada hal yang menarik.
Tapi, begitu naik ke lantai 2 mulailah ada beda. Kami merasakan sesuatu yang lain.
Sebelum masuk di lantai 2, di tengah tangga ada semacam ruang jeda. Antara lantai 1 dan lantai 2. Di ruang jeda itulah ada "maket" AUM PCM Rawamangun berupa kompleks Perguruan Muhammadiyah Rawamangun.
Ada SD Muhammadiyah, SMP Muhammadiyah dan SMA Muhammadiyah. Di tengah tengahnya ada sebuah masjid megah dan indah berdiri.
Dari maket itu bisa diketahui, bahwa letak dan posisi antara kantor PCM Rawamangun, Kompleks Perguruan Muhammadiyah Rawamangun dan rumah tempat kami pertama kali diterima hampir berdekatan.
Bahkan nyaris tersambung satu dengan yang lainnya.
Suasana yang "beda" semakin terasa ketika sudah berada di lantai 2.
Di lantai atas itu, dibagi beberapa bilik. Pemisahnya adalah dinding kaca. Dugaan saya, bilik bilik kaca itu adalah ruangan dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara.
Sedangkan di luarnya, ada kursi dan meja berjajar lengkap dengan peralatan komputer.
"Ini adalah ruangan staf Pak", kata Bang Kemal.
Terakhir, kami kemudian diajak masuk ke sebuah ruangan yang lebih besar. Berdinding tembok rapat.
"Ini adalah ruang rapat. Biasa kami gunakan untuk rapat koordinasi ataupun rapat pleno", jelas Bang Willy.
Saya mencoba menyapu pandang ke semua sudut di ruangan itu. Memang ada beberapa hal yang membedakan. Belum pernah saya temui sebelumnya.
Di dinding sebelah Timur, dipasang lukisan atau gambar "karikatur" dari semua ponggawa Pimpinan Harian PCM Rawamangun, yang jumlahnya ada 13 itu.
Dari gambar karikatur itu yang paling menyolok adalah gambar yang berada di paling tengah. Gambarnya paling besar, dengan kepala plontos, tanpa rambut dan ada kacamata di pasang di atas kepalanya itu.
Tentu, Anda sudah tahu siapa ia ?
Di sisi Selatan, terpasanglah deretan foto para ketua PCM Rawamangun dari mulai periode pertama sampai yang sekarang ini.
Setelah dari ruangan rapat itu, Pak Ketua sedianya mau langsung ngajak untuk keliling ke tempat yang lain. Tapi, saya justru ingin balik lagi ke tempat yang sebelumnya tadi, yakni : bilik kaca.
Maka, begitu yang lain keluar dari ruang rapat, saya langsung merangsak mendekati Bang Willy dan Bang Kemal.
"Bang Willy, terus terang saya masih penasaran dengan satu hal", kata saya.
"Apa itu Bang ?. Tanyakan saja !", tukas Bang Willy. (*)
Minggir, 16 Des. 2024.
Bada Maghrib ditemani hujan.
Uwik Dwi S.
... bersambung ...