-->

Mengunjungi Istana Sultan Pencipta Lambang Garuda Pancasila

Rerasan – Letaknya tidak jauh dari dari Pusat Kota Pontianak Kalimantan Barat. Posisi Kasultanan Pontianak atau dikenal dengan Istana Kadriyah ini dekat dengan Sungai Kapuas yang terkenal itu. Jika dari arah Kota, maka kita akan menyeberang melalui Jembatan yang kini sudah dibuat untuk dilalui kendaraan dua arah.

Kasultanan Pontianak atau dikenal dengan Istana Kadriyah
IG @auliya.lathifah

Redaksi Kabare Minggir sempat kaget, karena waktu siang pun seperti berkabut. Ternyata menurut masyarakat setempat itu adalah asap dari kebaran hutan yang ada di sekitarnya. Pada musim kemarau, kondisinya akan semakin parah. Bahkan kebakaran lahan juga menjangkau wilayah Universitas Tanjungpura.

Jalan menuju istana cukup sempit, dengan penduduk di sekitarnya lumayan padat. Ketika tiba di lokasi, sedang diadakan renovasi di areal Masjid. Posisi masjid mirip dengan Keraton Yogyakarta atau umumnya Kasultanan Islam. Pasar – Masjid – baru kemudian pintu gerbang Kasultanan. Siang di Pontianak begitu terik. 


Kami berjalan kaki dari tempat parkir di dekat pasar sampai ke komplek istana. Tampak sebuah bangunan rumah panggung ukuran besar berdiri dengan gagah. Berwarna mayoritas kuning dengan hiasan di atapnya. Itulah istana Kadriyah.

Istana ini terbilang cukup kecil, karena hanya terdiri dari beberapa bagian. Menurut cerita ukuran istana yang sekarang memang lebih kecil dari aslinya. Dahulu bagian istana terdiri dari Balai Cermin tempat menerima tamu, Balai Kisi-kisi untuk kerabat Sultan serta Balai Sari untuk para putrid istana. Namun setelah mengalami kerusakan dan dibangun kembali, ukurannya tidak seperti sebelumnya.

Disambut Langsung Kerabat Sultan

Tidak banyak wisatawan yang hadir saat itu. Bahkan cenderung sepi. Kami disambut langsung oleh orang yang masih keturunan bangsawan Kasultanan Kadriyah. Ia menceritakan secara detail sudut-sudut Istana, mulai dari Cermin dengan seribu bayangan, hingga ruang tempat penyimpanan gamelan. 

Ya, di istana itu terdapat seperangkat gamelan, mirip dengan gamelan yang ada di Jawa. Kami pun diperbolehkan untuk mencobanya. Satu yang paling menarik bagi kami adalah cerita tentang Sultan Hamid II atau bernama asli Syarif Abdul Hamid Alkadrie. Disebutkan beliau adalah seorang Habib atau memiliki garis keturuanan bersambung kepada Nabi Muhammad SAW.

Sultan Hamid II inilah yang merancang lambang Garuda Pancasila yang kita kenal sekarang. Meskipun mengalami beberapa penyempurnaan. Sultan Hamid II lahir di Pontianak Kalimantan Barat, 12 Juli 1913. Dalam silsilah kasultanan, ia merupakan anak dari Sultan Syarif Muhammad Alkadrie yang merupakan Sultan Pontianak ke-6.

Sultan Hamid II Perancang Lambang Garuda
Sumber IG @iqbal_muhamad


Menurut penuturan orang yang mengantarkan kami, Sultan Hamid II ini menikah dengan seorang perempuan Belanda. Setelah ayahnya dibunuh oleh Jepang, ia diangkat menjadi Sultan ke-7. 

Selain sebagai perancang lambang Garuda Pancasila, Sultan keturuan Arab-Melayu ini juga ikut serta menjadi delegasi Indonesia pada Konferensi Meda Bundar (KMB) di Den Haag Belanda.


Sultan Hamid II wafat pada usia 64 tahun di Jakarta. Tepatnya pada 30 Maret 1978. Meskipun telah tiada, jasa Sultan Hamid II akan selalu dikenang, apalagi dalam momentum peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni setiap tahun. [KM/06] 

LihatTutupKomentar