-->

Sejarah Hari Ibu, yang Belum Banyak Orang Tahu

Rerasan - Setiap tanggal 22 Desember bangsa Indonesia memperingati Hari Ibu. Lini masa media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter maupun media Whatsapp ramai dengan ucapan selamat hari ibu lengkap dengan kata-kata mutiara atau kiriman foto dan gambar. Ya, setiap tanggal 22 Desember banyak orang kemudian ingat bahwa mereka punya seorang ibu, meskipun dipanggil simbok.



Lalu kenapa dipilih tanggal 22 Desember? Sejarahnya begini. Bermula dari diadakannya Kongres Perempuan I, yang berlangsung di Dalem Jayadipuran Yogyakarta pada 22-25 Desember 1928. Kongres ini atas inisiatif organisasi/perkumpulan wanita yang ada pada aktu itu di antaranya Wanito Tomo (Budi Utomo), Wanita Taman Siswa, Puteri Indonesia, Aisyiah (Muhammadiyah) dan lainnya. 

Sekitar 600 orang hadir dalam Kongres Perempuan Indonesia pertama. Banyak hal yang dibicarakan terutama terkait dengan posisi perempuan. Dalam orasinya, tokoh Aisyiah, Siti Munjiyah menyerukan adanya kesempatan bagi perempuan untuk mengakses pendidikan agar perempuan tidak lagi bodoh.

Baca Juga : Peringati Hari Ibu, Pemkab Sleman Serahkan Sejumlah Bantuan

Pada waktu itu posisi perempuan memang masih sulit mengakses pendidikan. Meskipun RA. Kartini menyerukan perempuan untuk belajar, tetapi dalam kenyataannya perempuan Indonesia masih sulit mengakses pendidikan. Kultur masyarakat yang masih menempatkan perempuan untuk sekedar urusan domestik, mengurus suami dan rumah tangga membuat kesempatan bagi perempuan belum terbuka.

Hingga Muhammadiyah membuka sekolah-sekolah di seluruh Indonesia dan menyerukan kepada anggotanya untuk memberi izin kepada istri dan anak perempuan bersekolah. Maka sejak tahun 1918 banyak perempuan yang aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Mereka terlibat dalam penangan korban bencana meletusnya Gunung Kelud, dengan ikut membidani lahirnya Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO).

Baca Juga : Siapakah Pengusul Merah-Putih Sebagai Bendera Indonesia?

Dalam orasinya, pada Kongres Perempuan Indonesia pertama, tokoh Aisyiah, Siti Munjiyah mengungkapkan perempuan dan laki-laki punya peluang yang sama untuk maju dan lebih baik sesuai dengan hak dan batas masing-masing.

Ketia Kongres Perempuan Indonesia ketiga yang berlangsung di Bandung 22-27 Juli 1938 dibahas perlunya penetapan hari ibu. Maka melalu Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959, secara resmi ditetapkan tanggal 22 Desember sebagai hari ibu.

Sehingga Hari Ibu tidak hanya dimaknai sebagai hari berbakti kepada Ibu, melainkan juga memiliki sejarah panjang tentang peran perjuangan perempuan Indonesia di masa lalu. [r]
LihatTutupKomentar