Sejarah
selokan Van Der Wijck ternyata lebih
panjang dari Buk Renteng. Dulunya selokan Van Der Wijck dikenal dengan sebutan
Kanal Van Der Wijck. Salah satu bagian yang seolah memiliki daya ‘magis’ adalah
Buk Renteng.
Buk Renteng adalah bangunan saluran irigasi yang terletak di perbatasan Tempel dan Minggir Sleman. 'Buk' bermakna jembatan, sedang 'Renteng' berarti bergandengan atau
berangkai.
Jika dilihat bangunan tersebut memang seperti jembatan yang
bersambung-sambung dengan rongga di bagian bawahnya mirip terowongan. Sedang
bagian atasnya digunakan sebagai saluran air.
dok. Kabare Minggir |
dok. Kabare Minggir |
Lokasi Buk Renteng
Secara
geografis, Buk Renteng berada di perbatasan antara Kecamatan Minggir dengan
Kecamatan Tempel Kabupaten Sleman. Konon bangunan ini ada sejak zaman Jepang dan Belanda.
Berfungsi mengalirkan air dari Sungai Progo ke wilayah Sleman Bagian barat
(Minggir-Moyudan) dan sebagian wilayah Bantul.
Buk Renteng
dan Selokan Van Der Wijck, dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Sezaman
dengan pembangunan Selokan Mataram. Menurut cerita, gagasan pembangunan itu tak
semata demi menyediakan air yang cukup untuk pertanian di wilayah Yogyakarta,
melainkan juga taktik Sultan agar warganya tidak dijadikan pekerja romusha. Sebab
di zaman Jepang, banyak penduduk yang dibawa ke Sumatera, bahkan sampai ke Birma untuk dipekerjakan di
perkebunan karet dan teh serta membangun proyek-proyek guna mendukung perang Jepang melawan pasukan sekutu.
Pembangunan Pada Masa Sri Sultan HB IX
Berkat
usaha Sri Sultan HB IX itu, warga Yogyakarta terhindar dari kerja paksa. Lebih dari
itu Selokan Mataram yang menghubungkan Sungai Progo di sisi barat dan Sungai
Opak di sisi timur telah membawa banyak kemanfaatan bukan saja untuk bidang
pertanian, tetapi juga menyuplai cadangan air untuk konsumsi.
foto: PaniradyaJogja |
Salah
satu keunikan Buk Renteng ialah letaknya yang lebih tinggi dari jalan raya yang
ada di sampingnya. Bahkan di salah satu bagian, ada semacam terowongan di bawah
Buk Renteng yang dijadikan akses jalan.
Bangunannya yang unik kerap menyedot
perhatian para pelintas yang kebetulan melewati arah jalan Balangan – Tempel. Sayangnya
situs ini kerap kali menjadi sasaran vandalisme. Tak heran jika dipenuhi aneka
coretan yang merusak pemandangan.
Sejarah Buk Renteng
Pada tahun 1940 Dorojatun diangkat menjadi Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Kemudian pada Bulan Agustus 1942 dilantik lagi oleh Panglima Besar Tentara Jepang, sekaligus mendapatkan kewenangan mengelola pemerintahan Kasultanan Yogyakarta dengan sebutan Daerah Istimewa (Kochi).
Pada masa itu Jepang sedang berperang menghadapi pasuka sekutu, sehingga memerlukan dukungan logistik dalam jumlah besar. Akibatnya, banyak rakyat yang dipaksa untuk bekerja di perkebunan, serta proyek pembangunan seperti jalan hingga Bandar udara.
Tenaga kerja dari Pulau Jawa banyak yang dipaksa menjadi romusa (tenaga kerja paksa) dan diangkut ke luar Jawa, bahkan sampai ke Birma (Myanmar). Melihat kondisi demikian, Sri Sultan HB IX berusaha mencari cara untuk menyelamatkan rakyat Yogyakarta.
Ia kemudian menyampaikan usulan ke pemerintah Jepang, untuk membuat saluran irigasi untuk mengairi pertanian di Yogyakarta. Dengan dalih, agar daerahnya bisa menghasilkan bahan pertanian yang banyak dan bisa disetor ke Jepang.
Ternyata usul tersebut diterima bahkan mendapatkan dukungan dana dari Pemerintah Jepang. Akhirnya pembangunan Selokan Mataram dimulai dengan mengambil air dari Sungai Progo.
Sedangkan Buk Renteng yang merupakan bagian dari Selokan Van der Wijck merupakan saluran dari Selokan Mataram yang mengarah ke selatan, mengairi daerah Sleman Barat.
Dengan kecerdikan Sri Sultan HB IX tersebut, akhirnya banyak rakyat Yogyakarta yang selamat dari kekejaman romusa atau kerja paksa. Selain itu hasil pembangunan Selokan Mataram yang menghubungkan Sungai Progo dengan Sungai Opak tersebut sampai kini masih mendatangkan banyak manfaatk untuk rakyat Yogyakarta.
[KM/03] – dari beberapa sumber