Melihat Rumah Komodo di Pulau Rinca

Kami tiba agak pagi. Sesuai dengan pesan 'tour leader' kami, lebih pagi sampai di Dermaga akan lebih baik. 



Letak Dermaga hanya sekitar 10 menit dari hotel tempat kami menginap, Palm Bajo Hotel. 



Tampaknya kami masih kurang pagi, karena begitu masuk sudah terjadi antrean kendaraan. Solusinya, bus pengantar berputar mencari lokasi parkir, dan kami jalan kaki masuk dermaga.


Sekitar jam 7.30 kami menaiki kapal tradisional menuju Pulau Rinca. Ini adalah pilihan untuk menghemat ongkos. Harganya akan berbeda jika menggunakan speedboat apalagi dengan kapal pinisi. 



Satu kapal tradisional ditumpangi sekitar 15 orang, termasuk crew kapal. Ombak cukup landai menemani 1,5 jam perjalanan laut. Sesekali tampak ikan berlompatan di depan kapal yang kami tumpangi.


Sampai di Dermaga Pulau Rinca, kami disambut patung dua komodo yang sedang berkelahi. Seperti menggambarkan betapa keras dan liarnya kehidupan di pulau itu. 


Setelah membayar biaya masuk di loket. Kami disambut tour guide atau yang disebut naturalis guide. Ia menjelaskan apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan wisatawan selanjutnya.


Begitu masuk, jalan untuk wisatawan sudah dibuat aman dari jangkauan Komodo. Reptil terbesar di dunia yang masih ada. Jalanan terbuat dari kayu yang disusun di atas tiang-tiang beton. Tingginya bisa mencapai 3 meter. Kanan kiri jalan diberi pagar dari kayu yang kokoh.


Masuk Langsung Shock!



Treking menjadi pilihan bagi wisatan. Syaratnya, wisatanan harus mengenakan sepatu! Suatu informasi yang tidak kami miliki sebelumnya. Jadilah kami, yang menggunakan sepatu hanya bisa saling berpandangan. Layaknya menyesali sebuah keadaan.


Kami melanjutkan perjalanan. Pada pos berikutnya, petugas menerangkan tentang sejarah, dan ciri khas Komodo. Hanya berlangsung singkat, lanjut ke pos ketiga. Di sini kami mendapatkan informasi tentang jumlah habitat Komodo dan penelitian yang pernah dilakukan. 


Pos berikutnya, kami disambut beberapa naturalis guide sebelum masuk ke museum. Di musium selain fosil dua Komodo, juga terdapat profil-profil para relawan yang berjuang menjaga Komodo. 


Secara ringkas, koleksi museum belum begitu lengkap dan variatif.


Keluar dari museum, saya sempat mencoba mengedarkan pandang ke luar. Ternyata langsung terlihat beberapa Komodo yang sedang beristirahat di sekitar museum. 


Menurut naturalis guide, tidak selalu wisatawan bisa menemukan atau melihat Komodo. Kami sangat beruntung. Hingga berkesempatan untuk foto bersama komodo.


Setelah semua selesai melihat museum, saatnya melihat secara dekat hewan penguasa Pulau Rinca. Di sini kami menjadi paham, kenapa kami disambut beberapa naturalis guide sekaligus. 


Satu naturalis guide maksimal mendampingi 5 wisatawan. Jika satu rombongan ada enam orang, maka harus dibagi menjadi dua. 


Naturalis guide berpakain lengkap. Celana panjang, baju lengan panjang, dan bersepatu!


Mereka juga melengkapi diri dengan tongkat kayu panjang dengan ujung bercabang. Mirip alat petugas pemadam kebakaran saat menjinakkan ular.


Wisatawan yang mengenakan sendal masih boleh sampai tahap ini. Tetapi tidak boleh melanjutkan treking lebih jauh.


"Jalurnya licin dan berbatu, wisatawan yang mengenakan sendal rentan terluka. Komodo bisa mencium aroma darah dari jarak puluhan kilometer," jelas Naturalis Guide. Kami jadi paham alasannya.



Ketika akan mengambil foto-foto, kami pun diarahkan melalui 'jalur' yang ditentukan. Karena saat itu ada empat Komodo di sekitar lokasi. Satu jantan, dan tampaknya dua betis dan satu anak Komodo berusia sekitar 3 tahun.


"Komodo biasanya tinggal tidak jauh dari sarang induk mereka," jelas Naturalis Guide ketika saya tanya mengapa Komodo memilih beristirahat di lokasi itu.


Karena berombongan, opsi treking lebih jauh pun tidak dilakukan. Meski dengan sepatu sendal yang saya pakai, dan sebetulnya boleh digunakan. (bersambung)

LihatTutupKomentar