Malam Satu Suro adalah salah satu tradisi yang sangat kental dengan kebudayaan Jawa, terutama di daerah Yogyakarta. Tradisi ini dipercaya memiliki makna dan pantangan yang kuat bagi masyarakat Jawa dan masih dipraktikkan hingga saat ini. Mengutip dari detik.com, malam satu Suro jatuh pada tanggal 1 Muharram, bulan pertama dalam penanggalan Hijriah. Pada tahun 2023 ini, malam satu Suro diperkirakan jatuh pada tanggal 18 Juli 2023.
![]() |
Ilustrasi malam satu Suro (sumber : pexels.com) |
Malam Satu Suro dipercaya memiliki kekuatan mistis dan spiritual yang tinggi. Masyarakat Jawa meyakini bahwa malam ini merupakan peralihan dari tahun yang lama ke tahun yang baru, sehingga dianggap sebagai momen yang sangat sakral. Beberapa tradisi dan pantangan dihubungkan dengan malam ini, yang diyakini akan membawa keberuntungan atau bahaya tergantung pada kepatuhan terhadap tradisi tersebut.
Berikut adalah beberapa tradisi yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta dalam menyambut malam satu Suro:
1. Kirab Kebo Bule
Salah satu ritual yang paling terkenal di kalangan masyarakat untuk menyambut malam satu Suro adalah prosesi perarakan hewan kerbau yang dikenal dengan nama Kebo Bule atau Kebo Kiai Slamet. Kebo Bule bukanlah hewan biasa, karena hewan ini memiliki nilai sejarah yang penting sebagai warisan Keraton Surakarta Hadiningrat. Hewan kerbau dengan kulit berwarna putih kemerahan tersebut memiliki ikatan erat dengan masa lalu sebagai hewan kesayangan Paku Buwono II.
2. Mubeng Beteng dan Tapa Bisu
Mubeng Beteng atau juga dikenal sebagai Hajad Kawula Dalem Mubeng Beteng adalah sebuah ritual yang diadakan oleh Keraton Yogyakarta pada malam satu Suro. Tradisi malam satu Suro ini melibatkan perjalanan berjalan kaki mengelilingi dinding benteng Keraton Yogyakarta. Selama menjalani ritual ini, peserta dilarang berbicara atau melakukan tapa bisu. Ritual mubeng beteng ini biasanya dilakukan mulai tengah malam hingga dini hari malam satu Suro. Para abdi dalem dan peserta ritual berjalan kaki sejauh kira-kira lima kilometer mengelilingi benteng Keraton Yogyakarta. Mubeng beteng memiliki makna sebagai upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, serta membersihkan dan mengendalikan diri dari segala keinginan duniawi.
3. Sedekah Laut
Ritual sedekah laut dimulai dengan upacara atau perayaan yang diikuti oleh semua penduduk yang mencari nafkah di sekitar pantai. Setelah perayaan selesai, makanan dan tumpukan hasil bumi dibawa oleh penduduk yang mengenakan pakaian adat. Ketika mereka tiba di tepi pantai, seorang tokoh tua atau yang dihormati oleh penduduk sekitar memimpin ritual dengan doa. Dengan menyebarkan bunga dan beberapa persembahan, empat tumpukan kemudian diletakkan di atas kapal nelayan untuk kemudian dibawa ke tengah laut. Makna dari ritual ini adalah ungkapan rasa syukur dan harapan untuk mendapatkan rezeki yang lebih baik di tahun mendatang.