Fast Fashion: Dampak dan Cara Menanggulangi

Di Lansir dari akun Youtube Context ID bermula pada akhir abad ke-19 saat ini industri sedang berkembang besar-besaran karena revolusi industri termasuk industri fashion hal ini mempengaruhi permainan pasar karena harga pakaian baru semakin terjangkau dan banyak juga baju baru yang dijual dunia pun terbawa dalam Fast Fashion Jadi jika dulu Pergantian jenis baju yang dijual di toko hanya sekitar 11 kali dalam setahun tetapi per 2014 Pergantian jenis baju bisa 52 kali dalam setahun artinya jika sebuah toko menghasilkan 10 baju setiap musim dalam setahun ia dapat meluncurkan 520 jenis baju dan ini pun membuat kelebihan produksi dan konsumsi.


Hal ini berdampak pada produsen akan produksi baju secara berlebihan padahal tidak semuanya terjual di lain sisi akan muncul sifat hedonisme atau pembelian berlebihan pada masyarakat gimana kadang kala sebuah baju hanya digunakan 3-4 kali sebelum akhirnya dibuang dan diberikan pada orang lain masalahnya fast fashion ini membawa dampak yang jauh lebih buruk lagi soalnya pembuatan pakaian tidak hanya tentang kain dan bahan kain menjadi sebuah baju tapi juga termasuk proses pencucian pewarnaan yang memerlukan bahan kimia serta menghasilkan sampah plastik Data menunjukkan bahwa air bekas proses tersebut menyumbang 20% dari polusi Global karena industri.

Ilustrasi Sampah Pakaian



Pada tahun 2021 silam banjir merah di Pekalongan  ini merupakan bukti nyata pencemaran air karena pewarnaan pakaian pasalnya saat itu banjir merah ini terjadi karena pembuangan limbah pewarna batik merah secara sembarangan dan ternyata masih ada lagi dampak lainnya karena ternyata peningkatan produksi barang fashion berbanding lurus dengan peningkatan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan industri fashion mencapai 1,2 miliar ton dan angka ini melebihi gas rumah kaca dari penerbangan internasional dan kapal maritim Selain itu untuk pembuatan kain itu sendiri dibutuhkan sekitar 2.720 liter air atau setara dengan air minum yang dibutuhkan manusia selama 3 tahun apalagi pembuatan salah satu jenis kain katun juga sangat mencemari lingkungan. Untuk membuat katun yang baik dibutuhkan bahan kimia yang berbahaya dan dapat mencemari air walau memang dia sih kalau dilihat dari sudut pandang lain peningkatan produksi membuat lapangan kerja jadi semakin banyak tapi ternyata banyak pekerja justru dibayar dengan upah yang sedikit selain dampak juga dirasakan oleh lingkungan dari pakaian juga ada saat masa pakaiannya habis setelah tidak digunakan Nasib baju-baju itu berada di tempat pembuangan akhir dan akan mengendap selama bertahun-tahun soalnya 90% Kain yang digunakan fast fashion adalah kain yang sulit terurai padahal angka sampah fashion dunia sudah mencapai 800.000 ton per 2016 kalau sekarang mungkin lebih banyak lagi.


Faktanya industri fashion merupakan industri terkotor kedua setelah industri minyak bumi kalau gitu berarti masyarakat tidak boleh beli baju baru dong Boleh kok ternyata tidak semua brand menerapkan fast fashion beberapa diantaranya ada yang menganut slow fashion seperti namanya slow fashion ini kebalikan dari fast fashion jika fast fashion itu menggunakan material yang tidak ramah lingkungan baju diproduksi dalam waktu cepat dan sistem produksi yang tidak ramah lingkungan maka slow fashion menggunakan material daur ulang, produksi yang mengutamakan kualitas dan pakaian yang ditargetkan memiliki umur panjang walaupun perlu di akui barang-barang slow fashion memang lebih mahal namun dampaknya juga jauh lebih baik untuk lingkungan dengan demikian masyarakat akan cenderung mengurangi pembelian pakaian dan lebih merawat pakaiannya Selain itu masyarakat juga bisa mencoba thrifting atau bisa juga membeli sisa pakaian yang tidak terjual dengan menggunakan barang bekas produsen di Amerika Serikat bisa mengurangi 60-80 Pon limbah tekstil per tahun maka dari itu mengutip Ema Watson sebagai pembeli kita memiliki kekuatan yang sangat kuat untuk merubah dunia hanya dengan berhati-hati dengan apa yang dibeli.


Youtube :https://youtu.be/tZh7lBC_Z7o

LihatTutupKomentar