Catatan kecil.
__
Sejumlah 62 siswa dan siswi SMPIT IQRA Bekasi itu duduk bersila menghadap Timur. Kami, para instruktur beserta guru pendampingnya berdiri menghadap ke arah mereka. Mereka langsung membentuk 2 kelompok. 32 siswa dan 30 siswi.
Saya ucapkan selamat datang kepada mereka semua. Di awal percakapan, saya memancing mereka dengan satu pertanyaan.
"Siapa dari kalian semua, yang cita-citanya menjadi Sarjana Pertanian ?".
Ternyata, tak ada satupun yang mengacungkan tangan. Baik siswa maupun siswi.
Masih dengan nuansa yang sama, tapi pertanyaannya sedikit saya ubah :
"Siapa yang kelak, ingin bekerja di bidang yang berkaitan dengan pertanian ?. Misalnya saja, menjadi pengusaha bidang pertanian ?"
Hasilnya : tak satupun siswa yang angkat tangan. Tapi, ada 3 orang siswi yang angkat tangan.
Pertanyaan saya masih berlanjut.
"Siapa dari kalian semua yang suka dengan tanam tanaman ?".
Hasilnya : tetap. Tak satupun dari siswa yang angkat tangan. Tapi, ada 5 siswi yang angkat tangan. Lumayan.
*
Itulah secuil suasana sebelum praktik menanam padi oleh SMPIT Iqra Bekasi, bersama Tani Juara EduPark, powered by Dapur Sawah.
Apakah narasi kecil itu bisa menjadi gambaran dunia pertanian kita ke depan ?
Anda semua bisa menjawabnya.
Selanjutnya, 2 kelompok itu, terjun ke lapangan. Langsung praktek menanam 2 komuditas pertanian yang sangat umum. Yakni : padi dan cabe.
Masing - masing kelompok mendapatkan waktu 30 menit, untuk praktek. Kelompok pertama menanam padi. Kelompok kedua menanam cabe. Setelah 30 menit, mereka saling bertukar lokasi.
Saya dan pak Samija yang mendampingi kelompok tanam padi. Kamipun berjalan menuju lokasi penanaman.
Ketika, melewati segerumbul rumput- rumputan yang tumbuh di tepi jalan, saya bertanya kepada mereka :
"Apakah dari kalian ada yang tahu. Rumput ini namanya apa ?".
Tak ada satupun yang bisa menjawab.
"Namanya rumput apa Pak ?", kata salah satu dari mereka.
"Alang-alang. Ada yang sudah pernah dengar namanya ?", jawab saya.
"Beluuuum !", jawab mereka serentak.
"Masak belum pernah dengar. Atau belum pernah lihat. Nama lainnya adalah : ilalang", sambung saya.
"Oooooo ini yang namanya ilalang ?", tanya mereka.
"Sudah pernah dengar nama ilalang ?", tanya saya.
"Sudaaaah .....!".
Saya baru sadar. Rupanya, kata "ilalang" lebih sastrawi dari pada "alang-alang".
Beberapa saat kemudian, tibalah saat dimana ke- 30 siswi itu masuk ke lahan sawah.
Suasana mulai riuh.
Satu persatu mereka berjalan melewati galengan sawah. Nampak tak ada satupun mereka yang berhasil melewatinya dengan mulus.
Ada yang terperosok. Ada yang terpeleset. Pun, ada yang langsung jatuh terduduk. Beruntung masih terduduk di galengan yang tanahnya masih basah.
Yang terjatuh, kebanyakan karena mereka tidak mau meniti galengan sendiri sendiri. Mereka bergandengan.
Pun, ketika mereka masuk ke dalam sawah. Beberapa ada yang terjatuh. Kakinya masuk terlalu dalam di lumpur sawah.
Namun, keadaan itulah yang membuat bertambah seru.
Hampir semua siswa siswi itu ketika ditanya : "Sudah pernah masuk sawah ?".
Jawab mereka : "Seumur umur baru kali ini".
Keseruan makin bertambah ketika tiba saatnya praktek menanam bibit padi.
Di sela sela keriuhan, ada saja yang spontan bertanya :
"Pak, kenapa menanamnya harus mundur ?".
"Pak, kapan padi ini nanti bisa dipanen ?".
Dan masih ada beberapa lagi pertanyaan polos dari mereka.
Di akhir sesi praktek tanam padi ini, kami dikejutkan oleh seorang siswa. Yang masih saja semangat ingin menanam, padahal waktunya sudah habis.
Dari raut mukanya nampak sekali ia begitu gembira. Kendati wajah polosnya nampak sudah mulai kemerahan, terpapar teriknya matahari. Keringatnya bercucuran di antara keningnya.
"Siapa namamu Dik ?", tanya saya.
"Lutfi pak", jawabnya.
"Nampaknya kamu begitu gembira ya. Belum pernah masuk sawah ?", tanya saya lagi.
"Ya pak. Saya baru kali ini masuk sawah", sahutnya.
"Besok kamu mau jadi apa kalau sudah besar ?", sambung saya lagi.
"Pilot !", jawabnya.
(*)
Jetis Depok, 9 Mei 2023.
Uwik DS.