Ahad kemarin, di antara puluhan Bapak-bapak yang bekerja bakti membersihkan saluran irigasi ada sosok yang menarik perhatian. Mbah Mus namanya. Dalam urutan daftar pemilik lahan di Bulak Jomboran – Nanggulan, yang dirinci Pak Sunardi (pengurus Kelompok Tani Mekarsari) ia berada di urutan ke 14.
Mbah
Mus, usianya tidak lagi muda. Perkiraan di atas 60 tahun. Tetapi dengan giat
beliau datang dan ikut kerja bakti memenuhi undangan kelompok tani. Di saat
yang sama, para penerima undangan lebih memilih mengabaikannya. Dengan berbagai
alasan.
Dengan
berkaos biru tua, caping dan berkain jarit. Berbekal sebilah sabit, Mbah Mus
membersihkan dinding saluran irigasi semampunya. Ketika kami hendak meneruskan
kerja bakti menambal saluran air yang bocor dengan semen, ia berujar sekira
begini. “Kerja baktine sampun to niki?” (Kerja baktinya sudah selesai
kan ini?)
Kami
pun menimpali, “Njih Mbah matur nuwun.” (Ya Mbah terima kasih). Sebab
memang pekerjaan berikutnya memerluka tenaga lebih.
----
Terlepas
dari seberapa besar sumbangsih Mbah Mus. Sewaktu SD, para guru sering
menggaungkan kata gotong-royong. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang
suka bergotong-royong katanya. Jika sekarang budaya baik tersebut mulai luntur,
siapakah yang patut disalahkan?
Jika
mengamati proses lunturnya jiwa gotong royong tidak terjadi secara tiba-tiba
dan karena satu sebab saja. Melainkan berlangusng perlahan dan karena berbagai
penyebab. Satu di antaranya adalah adanya keputusan (untuk tidak menyebut kebijakan)
yang mendorong masyarakat cenderung ‘manja’.
Banyaknya
bantuan yang diberikan secara langsung, baik berupa proyek sarana-prasarana, bahan
pokok maupun berupa uang membuat timbulnya perubahan sosial di dalam masyarakat.
Akibatnya muncul kecemburuan sosial, sikap tak acuh, dan meredupnya sikap hidup
berdikari.
Maka
benar kata Cak Nun, gotong rotong itu adalah sebuah akibat, bukan sebab. Gotong
royong adalah akibat dari adanya rasa aman, rasa percaya satu sama lain, serta
adanya keadilan. Selama ini banyak yang berupaya membangun gotong-royong dengan
menganggap gotong royong sebagai sebab sehingga malah tidak tercapai karena
salah identifikasi.
Semoga
kita bisa belajar dari Mbah Mus, memberikan kontribusi sekecil apapun itu
kepada masyarakat. Karena kita tidak tahu dititik mana kebaikan yang kita
lakukan itu diterima oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.
Imam
As-Suyuthi menasihatkan, “Amalan yang manfaatnya untuk orang banyak lebih
utama daripada yang manfaatnya untuk segelintir saja.”