Yogyakarta - Ketua Pokjaluh Kemenag Kota Yogyakarta, Eko Agus Wibowo, S. Sos. I., mengikuti Launching Repositori "Wanantara" dan Seminar Nasional "Penguatan Moderasi Beragama Melalui Manuskrip Nusantara”. Kegiatan diselenggarakan Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang. Repositori Wanantara (Warisan Naskah Nusantara) bertempat di Hotel Indolux Yogyakarta, tepatnya di Jl. Palagan Tentara Pelajar No. 106 Sumberan, Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (19/9/2022).

Eko Agus Wibowo saat dihubungi di
kantornya KUA Gondomaman menerangkan Repositori Wanantara yang dalam bahasa
sansekerta berarti "Hutan Lebat" bersifat selalu dinamis, setiap
tahun akan terus berusaha menambah jumlah file naskah unggahannya. Hal ini
mengingat masih terdapat antrian produk hasil penelitian manuskrip yang belum
selesai diolah menjadi file siap saji. Pengunggahan manuskrip dalam Repositori
dimulai sejak tahun 2018 dan terus berlajut hingga saat ini. Keseluruhan naskah
yang terkumpul sekitar 900 naskah. Semua naskah yang diunggah dalam Repositori
Naskah ini sudah disetujui oleh pemilik.
Baca Juga : Seksi PHU Adakan Bimbingan Manasik Haji Jemaah Muda
Repositori menjadi sebuah usaha
digitalisasi manuskrip keagamaan di Nusantara sebagai tempat penyimpanan dan
perlindungan untuk menyelamatkan kekayaan intelektual para ulama .
Kepala Balai Litbang Agama
Semarang, Drs. H. Ansori mengatakan, pengembangan repositori merupakan sebuah
kerja panjang yang bertumpu pada hasil penelitian. “Melalui inventarisasi,
digitalisasi, katalogisasi, dan pemindahan pada laman repositori,” tuturnya.
Ia mengatakan repositori dimulai
dari tahun 2019 dengan naskah dari Jawa Timur, yaitu Sumenep, Pamekasan,
Sampang, dan Bangkalan.
“Naskah-naskah tersebut menjadi
unggahan yang pertama. Lalu di Bali, ditemukan 178 naskah keagamaan Islam dari
Denpasar, Karangasem, Jembrana, Buleleng, Klungkung, Tabanan, kemudian
dilakukan digitalisasi dan berhasil disusun pada tahun 2021,” katanya.
Ia pun mengatakan, proses
repositori manuskrip Nusantara akan terus berjalan dengan harapan akan
memberikan manfaat untuk generasi bangsa, khususnya sebagai bahan moderasi
beragama.
Sekretaris Jenderal Kementerian
Agama RI, Prof. Dr. H. Nizar Ali, M. Ag., mengatakan, repositori naskah-naskah
Nusantara sangat penting untuk moderasi beragama saat ini. Menurutnya, akan
bisa menjadi bahan untuk meminimalisir radikalisme yang mempengaruhi cara
pandang, sikap, dan perilaku.
“Saat ini ada dua arus, pertama adanya
gerakan yang ingin menegakkan akidah dan identitas keagamaan tapi tidak melihat
toleransi dan kebhinekaan. Ini yang namanya radikalisme dan terorisme,”
tuturnya.
Yang kedua, Prof. Dr. H. Nizar
Ali, M. Ag., menyebut adanya gerakan
yang ingin menunjukkan toleransi, tapi mengabaikan akidah keagamaan dan
identitas keagamaan.”Ini yang disebut liberalisme,” katanya.
Untuk itu, Prof. Dr. H. Nizar
Ali, M. Ag., mengatakan perlu adanya sikap jalan tengah yang disebut moderasi
beragama yang telah digulirkan ulama-ulama Nusantara terdahulu.
“Banyak sekali warisan dalam
bentuk tulisan-tulisan tangan sehingga repositori Wanantara ini penting untuk
tempat penyimpanan dan perlindungan, menyelamatkan kekayaan intelektual
ulama-ulana nusantara kita,” ujarnya.
“Harapannya, moderasi beragama
para ulama-ulama Nusantara terdahulu dapat dipelajari oleh generasi muda
sekarang ini,” tukasnya lagi.
Lebih Lanjut Eko Agus Wibowo, juga
menerangkan apa yang menjadi pesan Esti Wijayanti, Anggota Komisi 8 DPR RI
mengatakan repositori naskah-naskah Nusantara ini sangat penting. Sebab,
naskah-naskah di Repositori Wanantara itu bisa menjadi tonggak untuk moderasi
beragama.
“Kenapa ini penting, saya melihat
ini bisa menjadi satu titik yang bisa kita gunakan untuk semakin memperkuat
modul untuk moderasi beragama. Tidak sekadar inventarisasi naskah-naskah
lampau, tetapi muatannya bisa kita gunakan untuk moderasi beragama,” tutur
Esti.
Esti Wijayanti mengatakan, dengan
digitalisasi, semua manuskrip Nusantara nantinya bisa dibaca di semua tempat
sehingga mengamankan naskah aslinya yang sudah tua dan rapuh. Sejumlah naskah
berasal dari abad 16 dan 17.
“Di dalam manuskrip Nusantara,
ada nilai yang mengajarkan pola pikir moderat, toleran, reformatif, dinamis,
dan metodologis,” katanya.
“Kita berharap dengan manuskrip
Nusantara yang sudah dimiliki, tetap menjadi bahan yang tetap dipertimbangkan
untuk penelitian karena ada muatan-muatan penting yang harus ditindaklanjuti.
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil,” pungkasnya. (najam/eko)